Lompat ke konten
toxic positivity vs optimis
Beranda » Blog » Toxic positivity Vs Optimis

Toxic positivity Vs Optimis

Roikhatuz Zaroh
Penulis Indscript

Fenomena toxic positivity tidak hanya terjadi di dunia maya tetapi juga banyak terjadi di sekeliling kita. Namun,  kebanyakan tidak menyadari bahwa kita pernah menjadi korban sekaligus pelaku dari toxic positivity. Toxic  positivity adalah sebuah kondisi yang memandang segala sesuatunya dari sudut pandang positif dan mengabaikan  emosi negatif. Memang benar adanya jika kita harus mampu melihat segala sesuatu dari kaca mata positif. Akan  tetapi selalu berpandangan positif dan mengabaikan emosi negatif bisa menjadi boomerang bagi diri sendiri dan  orang lain.

Lain halnya dengan sikap optimis yang memandang segala sesuatu dengan keyakinan yang penuh dengan rasa  percaya bahwa semua akan baik-baik saja. Orang yang bersikap optimas akan berusaha melihat suatu masalah dari  sudut pandang positif tanpa mengabaikan emosi negatif.

Contents

Kenali Perbedaan Toxic Positivity dan Optimis

Terdapat perbedaan yang signifikan antara sikap optimis dan toxic positivity meski keduanya sama-sama memandang setiap masalah atau persoalan dari kaca mata positif. Sebelum mengetahui perbedaan di antara  keduanya, kenali terlebih dahulu apa itu toxic positivity dan apa itu sikap optimis.

Apa itu Toxic Positivity?

Toxic positivity adalah sebuah sikap yang memandang segala sesuatu dari sudut pandang positif. Orang yang  bersikap toxic positivity ini beranggapan bahwa satu-satunya cara terbaik untuk menghadapi dan menyelesaikan  masalah adalah dengan bersikap optimis saja. Bisa diartikan bahwa optimis tanpa empati bisa berubah menjadi  toxic positivity.

Kebanyakan orang seperti ini mengabaikan dan membuang emosi negatifnya. Di mana jika hal tersebut dilakukan  secara terus menerus akan menumpuk energi emosi negatif dan bisa berdampak lebih buruk terhadap keadaan dan  kondisi diri sendiri. Berikut adalah salah satu contoh sikap atau perkataan yang termasuk dalam kategori toxic  positivity yang sering kita alami dan bahkan tanpa disadari, kita pun melakukannya.

  1. Selalu mengatakan kepada orang lain atau diri sendiri untuk tidak berpikir negatif terhadap peristiwa atau  kejadian yang menimpa. Seperti mengatakan “ Jangan jadi orang yang selalu negatif.”
  2. Jangan mudah menyerah, kamu pasti bisa melakukannya.
  3. Nanti juga masalahmu akan selesai sendiri. Ketemu jalannya sendiri.
  4. Jangan terlalu memikirkannya, ambil sisi positifnya saja.
  5. Cobalah lebih banyak bersyukur, di luaran sana banyak yang lebih susah.

Ungkapan atau perkataan bahkan sikap di atas mungkin terlihat baik dan memberikan vibes yang positif untuk  orang lain. Namun, di sisi lain itulah bentuk dari toxic positivity yang kita terima atau bahkan kita melakukannya kepada orang lain.

Ada kalanya seseorang memang ingin mencurahkan isi hati dan perasaanya agar beban pikirannya berkurang dan  mencari solusi real atas permasalahannya. Orang butuh diterima akan perasaannya. Perasaan sedih, marah, kecewa  dan lainnya. Tidak semua emosi negatif itu buruk dan kuncinya terletak pada pengelolaan diri.

Apa Itu Optimis?

Berbeda dengan toxic positivity, sikap optimis lebih mengarah kepada rasa percaya bahwa semua akan baik-baik  saja dan akan ada solusi atau jalan keluar yang terbaik. Kalau pun ada kejadian buruk yang menimpa, orang yang  memiliki sikap optimis akan yakin bahwa semua itu bersikap sementara. Tidak menyalahkan orang lain atas  perasaan ataupun peristiwa yang menimpanya. Orang optimis lebih sering berprasangka baik dalam memandang  suatu masalah tanpa harus mengabaikan emosi negatifnya. Mereka menerima emosi negatifnya saat tertimpa  peristiwa yang kurang mengenakkan dan mengelolanya dengan baik. Memilih melihat suatu masalah dari sudut pandang yang positif.

Peristiwa buruk yang terjadi dijadikan sebagai pengalaman agar lebih baik lagi ke depannya. Sikap optimis tidak  lahir begitu saja namun perlu dilatih dan terbentuk melalui proses.

Bagaimana Harus Bersikap dan Cara  Memberikan Respon yang Tepat

Dengan mengenali perbedaan di antara keduanya, optimis dan toxic positivity kita seharusnya tahu bagaimana  harus bersikap. Baik saat kita berusaha memberi masukkan atau nasehat ke orang lain atau saat diri kita sendiri  mengalami toxic positivity.

1. Respon yang Tepat untuk Mendukung Orang Lain

Berikut adalah beberapa cara yang bis akita lakukan untuk mendukung orang yang lagi susah agar terhindar dari  toxic positivity dan tidak menambah beban orang yang sedang tertimpa musibah.

  • Menjadi pendengar yang baik  bagi mereka yang sedang memiliki masalah sehingga orang tersebut mampu  menceritakan atau mengeluarkan beban pikirannya agar terasa lega. Terkadang orang hanya butuh bercerita dan didengar.
  • Cobalah untuk memahami, berempati dan mencoba menempatkan diri kita diposisinya agar kita bisa  memberikan respon dengan tepat dan bijak.
  • Terakhir, kita bisa memberikan solusi yang konkret atas permasalahannya. Kalau pun belum bisa membantu  setidaknya jadilah pendengar yang baik baginya.

2. Respon yang Tepat untuk Diri Sendiri saat Alami Toxic positivity

Adapun untuk diri sendiri yang mungkin sedang tertimpa musibah atau sedang mengalami toxic positivity, kita bisa  melakukan hal-hal sebagaimana berikut.

  • Berikan waktu terhadap diri sendiri untuk menerima segala emosi negatif yang ada. Setelah dirasa lebih baik  segera untuk mengambil langkah selanjutnya. Usahakan untuk tidak terlalu lama larut dalam emosi negatif  atau kondisi terpuruk.
  • Setelah merasa tenang, ambil rencana atau sikap untuk melangkah ke depan. Jika Anda gagal, bisa  mencobanya kembali. Akan tetapi jika dihadapkan kepada situasi yang tidak bisa diubah semisal kematian,  maka berusahalah untuk menerima dan Ikhlas.
  • Cari solusi yang real atau konkret. Semisal penghasilan yang kurang dan tidak mampu untuk mencukupi  kebutuhan keluarga maka bisa dengan mencari sumber penghasilan tambahan.

Kesimpulan

Itulah sekilas informasi terkait toxic positivity vs optimis dan perbedaan keduanya. Toxic positivity memandang  suatu masalah dengan sudut pandang positif dengan mengabaikan emosi negatif. Sedangkan optimis sama-sama  melihat masalah dengan sudut positif tanpa mengabaikan emosi negatif. Toxic positivity perlu dihindari agar kita  bisa memandang suatu peristiwa dengan lebih bijak.