Roikhatuz Zaroh
Penulis Indscript
Pernahkah mendengar anak mengalami people pleaser? People pleaser erat kaitannya dengan pola asuh dan karakter anak. Tidak hanya itu, karakter orang tua juga bisa menyebabkan anak mengalami people pleaser. Disinyalir, orang tua yang temperamen dan pola asuh yang kurang tepat berpotensi besar membuat anak alami people pleaser. Lantas seperti apa people pleaser itu? Gejalanya pada anak dan cara mengatasinya. Simak informasinya di artikel kali ini.
Contents
Mengenal People Pleaser pada Anak
People pleaser termasuk salah satu jenis karakter yang selalu berusaha untuk menyenangkan orang lain agar diterima dan mengabaikan keinginannya sendiri. Dengan kata lain anak sering mengabaikan kebutuhan dan keinginannya guna menyenangkan orang lain. Di samping itu, anak juga mengalami kesulitan dalam menolak permintaan orang lain.
Anak lebih suka untuk mendahulukan membantu orang lain bahkan sampai mengorbankan diri mereka sendiri karena tidak mengetahui apa yang menjadi kebutuhan dan keinginannya. Kondisi semacam ini bisa terjadi karena anak kurang stimulasi, bimbingan dan arahan untuk mengenal dan mengidentifikasi emosi dalam dirinya. Anak yang mengalami people pleaser biasanya tidak mengerti akan kemauannya, keinginannya bahkan kebutuhannya.
Hal ini yang membuat anak jadi mudah untuk diintervensi dan melakukan apa saja yang diminta oleh orang lain. Selain itu anak juga tidak mengerti bagaimana caranya menolak permintaan tersebut karena tidak memiliki pilihan. Ada banyak penyebab yang dapat memicu anak memiliki karakter people pleaser. Salah satunya adalah gaya didik atau pola asuh orang tua. Apalagi bagi orang tua yang memiliki karakter temperamental, lebih berpotensi memicu people pleaser pada anak karena secara tidak sadar anak dituntut untuk memenuhi ekspektasi orang tua.
Faktor Penyebab People Pleaser pada Anak
Tanpa disadari orang tua dapat melakukan kesalahan dalam mendidik anak yang bisa memicu terjadinya people pleaser. Namun terlepas dari kesalahan yang ada, terdapat hal penting yang membentuk karakter tersebut.
1. Karakter Orang Tua
Karakter orang tua, terutama yang memiliki karakter temperamental. Orang tua dengan karakter temperamental lebih berpotensi membentuk anak menjadi people pleaser. Apalagi jika sang anak memiliki sifat introvert, rendah diri dan tidak percaya diri. Namun berbeda halnya jika anak memiliki karakter agresif yang memang sudah berasal dari genetiknya. Karakter orang tua yang temperamental kemungkinan besar tidak akan membentuk dirinya menjadi people pleaser karena anak akan berusaha untuk memberontak.
Meski karakter temperamental berpotensi besar dalam membentuk anak menjadi people pleaser, namun hal itu juga bergantung pada karakter anak itu sendiri. Tidak semua kondisi orang yang memiliki karakter temperamental menjadi peyebab utama anak mengalami people pleaser.
2. Kesalahan dalam Mendidik Anak
Selain karakter orang tua yang temperamental, faktor lain yang dapat memicu terjadinya people pleaser adalah kesalahan orang tua dalam mendidik anak. Berikut adalah beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik tanpa disadari yang bisa menyebabkan people pleaser.
- Meremehkan atau tidak mengindahkan emosi anak.
- Menolak semua permintaan anak.
- Menghukum anak untuk mendisiplinkannya.
- Memberikan anak iming-iming hadiah agar mereka patuh.
- Sering menghindari konflik
- Membuat anak merasa tidak nyaman dengan pendapatnya sendiri.
Gejala dan Dampak People Pleaser pada Anak
People pleaser dapat membawa dampak buruk bagi anak terutama saat mereka dewasa. Karena karakter atau kepribadian people pleaser bisa terbawa hingga dewasa jika tidak segera ditangani sejak dini. Menjadi seorang yang rendah diri, merasa tidak berharga dan tak berdaya, tidak dapat memperioritaskan diri sendiri, merasa terbebani akan kehidupannya, tidak memiliki pendapat sendiri serta merasa bertanggung jawab atas kebahagiaan dan kesalahan orang lain. Ini semua termasuk beberapa dampak buruk dari people pleaser.
Nah, karena sebab itulah orang tua perlu tahu sedini mungkin apakah anak memiliki karakter people pleaser atau tidak. Apakah pola asuh yang diterapkan sesuai dengan karakter anak atau tidak. Dengan mengetahui ciri-ciri atau gejala people pleaser pada anak, orang tua dalam melakukan antisipasi sedini mungkin agar karakter tersebut tidak terbawa hinggga dewasa. Berikut gejala atau ciri-ciri people pleaser pada anak.
- Selalu berupaya menuruti kehendak orang lain dan tidak berani menolak permintaanya. Seperti mengatakan “tidak” untuk menolak permintaan teman.
- Sering berkata maaf secara berlebihan dan jika ada suatu yang gagal atau tidak sesuai rencana, maka ia akan merasa bahwa itu adalah kesalahannya.
- Merasa bertanggung jawab atas perasaannya orang lain, tanpa memandang apakah hal tersebut akibat tindakannya atau bukan.
Cara Mengatasi Mental Anak People Pleaser
Jika anak memiliki ciri-ciri atau tanda people pleasure, penting bagi orang tua untuk segera melakukan tindakan agar tidak berlanjut hingga jenjang dewasa. Berikut cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi people pleaser.
1. Ajarkan Anak Kemandirian
Ajarkan anak kemandirian sejak dini agar anak belajar bagaimana cara memilih dan mereka memiliki pilihan. Pada dasarnya anak yang memiliki karakter people pleaser ini tidak bisa memilih dan membuat keputusan. Dengan mengajarkan kemandirian anak akan belajar bertanggung jawab atas konsekuensi yang diambilnya.
2. Berikan Anak Kesempatan
Berikan anak ruang dan kesempatan untuk menentukan pilihannya sendiri dan bertanggung jawab atas pilihannya. Orang tua tidak harus mengatur semuanya. Serahkan dan berilah anak kepercayaan untuk melakukannya. Dengan memberikan kepercayaan, secara tidak langsung orang tua membentuk kepribadian positif dan bisa menghindarkan anak dari people pleaser.
3. Terapkan Pola Asuh yang Tepat
Perlu diketahui, tidak ada pola asuh yang tepat apalagi sempurna. Pola asuh tepat disesuaikan dengan karakter anak, kebudayaan yang berlaku dan kepribadian orang tua.
Kesimpulan
People pleaser dapat diatasi dengan pola asuh yang tepat. Pola asuh dikatakan tepat jika pola asuh tersebut mengajarkan anak tentang cara mengontrol emosi, melatih komunikasi, melatih kemandirian, dan juga mengontrol pikiran anak. Dengan demikian anak tidak perlu lagi merasa bingung dengan apa yang ingin dilakukan, berani menolak dan tidak bergantung pada orang lain.