Lompat ke konten
kendalikan emosi untuk mencegah trauma pada anak
Beranda » Blog » Kendalikan Emosi untuk Mencegah Trauma pada Anak

Kendalikan Emosi untuk Mencegah Trauma pada Anak

Gaudensia Gordina
Penulis Indscript

Pernahkah kita tanpa sadar melontarkan kemarahan kepada anak, hanya karena lelah atau emosi sesaat? Sekilas  mungkin terlihat sepele. Namun, sebenarnya amarah dari orang tua itu dapat meninggalkan bekas mendalam di hati  anak dan menjadi bagian luka batin yang tersimpan dalam memori mereka seumur hidup. Karena itulah,  penting bagi orang tua untuk belajar mengelola emosi sebelum kemarahan berubah menjadi trauma bagi anak.

Contents

Mengapa Orang Tua Mudah Marah?

Kemarahan orang tua tidak muncul begitu saja. Ada berbagai faktor yang bisa menjadi pemicunya:

1. Kelelahan Fisik dan Mental

Tugas rumah tangga, pekerjaan kantor, dan kewajiban lainnya sering kali membuat orang tua kelelahan. Saat energi  menipis, toleransi terhadap gangguan sekecil apa pun juga ikut menurun, termasuk dalam menghadapi perilaku  anak.

2. Tekanan Ekonomi

Kondisi finansial yang tidak stabil bisa memicu stres. Ketika kebutuhan rumah tangga tidak terpenuhi, orang tua menjadi lebih sensitif dan mudah tersulut emosi.

3. Stres Berkepanjangan

Tekanan dari berbagai aspek kehidupan yang menumpuk dan tidak terselesaikan akan mempersempit ruang sabar orang tua. Anak yang seharusnya mendapat pelukan, malah terkena luapan emosi.

Dampak Emosional pada Anak

Tanpa disadari, amarah orang tua bisa menggores jiwa anak. Berikut beberapa dampak negatif yang mungkin timbul:

a. Kurang Percaya Diri

Anak yang sering dimarahi dengan kata-kata negatif seperti “bodoh” atau “tidak bisa apa-apa” akan tumbuh dengan  rasa ragu pada dirinya sendiri. Ia menjadi takut salah, malu untuk mencoba, dan kehilangan keberanian untuk tampil.

b. Minder

Perbandingan dengan anak lain atau kritik tanpa penghargaan membuat anak merasa tidak berharga. Anak akan  tumbuh dengan perasaan bahwa dirinya tidak cukup baik dengan siapa pun yang ada di sekitarnya.

c. Menutup Diri

Alih-alih menjadi anak yang terbuka, anak justru menjadi tertutup karena takut dikritik atau disalahkan. Ia merasa tidak aman untuk mengungkapkan perasaannya.

d. Perfeksionis yang Tertekan

Beberapa anak akan berusaha keras untuk menyenangkan orang tua. Tapi, jika tuntutan itu terlalu tinggi dan tidak  realistis, anak bisa tumbuh menjadi perfeksionis yang cemas dan tertekan.

e. Pemberontak

Sebaliknya, ada pula anak yang melawan. Karena sudah terbiasa dimarahi, mereka menjadi kebal, bahkan tak peduli  lagi. Anak merasa tak dipahami, hanya dituntut, bukan didengarkan.

f. Mudah Emosi

Anak belajar dari apa yang dilihat. Jika ia tumbuh dalam lingkungan yang penuh amarah, maka ia pun akan terbiasa  melampiaskan perasaannya dengan cara yang sama.

Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua?

Beberapa langkah sederhana ini bisa dilakukan orang tua untuk membantu diri dalam mengendalikan emosi:

1. Kenali dan Sadari Emosi Sendiri

Ambil jeda sejenak saat mulai emosi. Tarik napas dalam-dalam. Jangan langsung bereaksi.

2. Buat Jadwal Harian yang Jelas

Tulis daftar kegiatan harian. Jadwal kegiatan harian yang telah dibuat untuk mempermudah menyelesaikan tugas- tugas yang kemukinan harus dikerjakan terlebih dahulu.

3. Utamakan Komunikasi dengan Anak

Luangkan waktu untuk mendengarkan anak. Jangan hanya bicara, melainkan mendengarkannya dengan hati.

4. Cari Dukungan

Jangan ragu mencari teman curhat, konselor, atau komunitas orang tua yang suportif. Mengasuh anak adalah  perjalanan yang tidak harus dilalui sendirian.

Sebagai orang tua sangat penting untuk menyadari bahwa anak-anak tidak meminta dilahirkan. Mereka hadir membawa harapan, bukan beban. Maka, mari belajar untuk lebih sabar dan sadar saat menghadapi mereka. Karena luka emosional tidak selalu terlihat, tapi bisa membekas dalam jangka panjang. Mengendalikan emosi bukan hanya  tentang menahan marah, tapi tentang menciptakan ruang aman agar anak bertumbuh dengan hati yang utuh.