AniAz Hady
Penulis Indscript
“Fatherless” istilah yang sudah tidak asing lagi akhir-akhir ini. Bahkan Indonesia dinobatkan sebagai negara “fatherless” ketiga dunia. Bukti bahwa fenomena ini, telah menjadi perhatian khusus bagi pemerhati parenting. Pun demikian, istilah “fatherless” semakin masif digaungkan. Dengan harapan, agar setiap keluarga bisa memberikan perhatian pada topik ini dan segera mengatasinya.
Dalam bahasa Inggris, “fatherless” artinya tanpa ayah. Ini merujuk pada seseorang yang tidak memiliki ayah, baik karena ayah mereka meninggal, berpisah, atau tidak terlibat dalam kehidupan mereka. Secara lebih mendalam, bisa juga merujuk pada kondisi emosional atau sosial ketika seseorang merasa kehilangan figur ayah. Dalam kesehariannya, mereka tidak mendapatkan perhatian dari sosok ayah.
Dalam konteks pengasuhan anak, “fatherless” mengacu pada situasi saat seorang anak dibesarkan tanpa kehadiran figur ayah dalam hidupnya. Ini bisa terjadi karena berbagai alasan, seperti perceraian atau kematian. Bahkan bisa karena ketidakhadiran emosional atau fisik seorang ayah bagi anak. Bisa juga karena, ayah yang tidak terlibat dalam pengasuhan sejak awal kelahiran anak.
Contents
Pengaruh “Fatherless” dalam Perkembangan Anak
Meskipun banyak anak yang dibesarkan tanpa ayah, tetap bisa tumbuh sehat dan sukses dengan dukungan dari figur pengasuh lain, peran ayah tetaplah sangat berpengaruh. Pengasuh lain, seperti ibu, kakek, atau figur lainnya, tetap tidak bisa sepenuhnya menggantikan peran sosok ayah bagi anak.
Berikut aspek-aspek perkembangan anak yang bisa terpengaruh oleh keadaan “fatherless”:
1. Kesehatan psikologis dan emosional
Anak-anak yang tumbuh tanpa ayah, lebih cenderung mengalami perasaan kehilangan atau kesepian. Mereka mungkin juga menghadapi tantangan yang lebih kompleks dalam membentuk identitas diri. Terlebih dalam cara memahami peran ayah dalam kehidupan mereka.
2. Perkembangan sosial
Tanpa figur ayah, anak-anak juga bisa kesulitan dalam membentuk hubungan sosial yang sehat. Mereka mungkin akan lebih rentan, terhadap pengaruh buruk dari lingkungan sekitar.
3. Pendidikan
Anak-anak yang dibesarkan tanpa ayah, sering juga menghadapi kesulitan dalam hal prestasi akademik. Lebih dalam lagi, mereka juga cenderung bermasalah dalam pencapaian hidup lainnya, meskipun ini tidak selalu berlaku untuk semua anak.
Dampak Buruk “Fatherless” dalam Pengasuhan Anak
Tidak dipungkiri, meski kondisi setiap anak berbeda, “fatherless” bisa sangat berdampak buruk bagi sebagian anak. Dampak dari “fatherless” dalam pengasuhan anak tersebut bisa bervariasi. Hal itu tergantung pada banyak faktor, seperti lingkungan, dukungan sosial, dan kualitas hubungan dengan figur pengasuh lainnya. Namun, ada beberapa dampak umum yang sering dikaitkan dengan pengasuhan anak tanpa kehadiran ayah, antara lain:
1. Masalah Emosional dan Psikologis
Akibat “fatherless”, rasa kehilangan pada anak bisa sangat mendominasi. Anak yang tumbuh tanpa ayah, sering merasa kurangnya figur sebagai contoh panutan atau bahkan perlindungan. Mereka mungkin merasakan perasaan kesepian, bingung, atau tidak merasa cukup dihargai.
2. Kehidupan Sosial Sulit Berkembang
Terbentuk ketidakmampuan anak dalam membangun hubungan yang sehat. Tanpa contoh figur ayah, anak mungkin kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Sehingga akan memengaruhi hubungannya, baik itu dengan teman sebaya atau pasangannya kelak.
3. Munculnya Kecemasan
Anak-anak tanpa ayah cenderung memiliki tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi, karena merasa tidak ada tempat berlindung. Keadaan itu, terutama ketika mereka merasa kehilangan atau kurangnya stabilitas emosional.
4. Kebingungan Mengelola Peran Gender
Anak laki-laki yang tumbuh tanpa kehadiran ayah, bisa memiliki kesulitan dalam memahami peran maskulinitas atau mengembangkan pola perilaku positif. Sedangkan anak perempuan, bisa lebih cenderung bermasalah ketika memilih pasangan atau membangun hubungan yang sehat di masa depan.
5. Prestasi Akademik Rendah
Anak-anak yang dibesarkan tanpa ayah, pencapaian akademiknya cenderung lebih rendah dibandingkan mereka yang dibesarkan dengan kedua orang tua yang terlibat. Ini bisa disebabkan oleh kurangnya dukungan emosional, finansial, atau kurangnya perhatian terhadap pendidikan mereka.
6. Masalah keuangan
Kesejahteraan anak akan terganggu, ketika kehilangan dukungan finansial dari ayah. Terutama, dalam keluarga yang sudah menghadapi keterbatasan sumber daya. Ibu sebagai pengasuh utama, akhirnya mungkin harus bekerja lebih keras untuk menutupi kebutuhan finansial tersebut. Hal itu dapat mengurangi waktu yang dihabiskan bersama anak, dan bisa meningkatkan tingkat stres di rumah.
7. Perilaku Kriminalitas
Tanpa kehadiran ayah, terutama anak laki-laki, lebih rentan terlibat dalam perilaku kenakalan remaja, kekerasan, atau bahkan kegiatan kriminal. Tanpa figur ayah sebagai panutan, mereka mungkin mencari pengaruh dari teman sebaya atau lingkungan yang kurang sehat.
Penutup
Fenomena “fatherless” yang mungkin dianggap sudah biasa, membuat penanganannya tidak optimal dilakukan. Berbagai alasan, seperti, ekonomi, sosial, budaya, terutama sistem patriarki di masyarakat, menjadikannya semakin sulit diurai untuk dicarikan solusi. Namun, dengan sering dibahas masalah ini, semoga mampu perlahan menyadarkan masyarakat arti penting kehadiran sosok ayah dalam pengasuhan.
Kemudian, meskipun dampak-dampak di atas dapat terjadi, perlu diingat bahwa tidak semua anak yang dibesarkan tanpa ayah mengalami kesulitan yang sama. Hal itu karena, keadaan lingkungan pengasuhan setiap anak berbeda. Dukungan dari ibu yang kuat, keluarga besar, atau figur pengasuh lain dipercaya dapat mengurangi dampak negatif. Secara jangka panjang, hal itu juga akan membantu anak-anak berkembang secara sehat.