Lompat ke konten
dampak negatif dan antisipasi pengasuhan strawberry parents
Beranda » Blog » Dampak Negatif dan Antisipasi Pengasuhan Strawberry Parents

Dampak Negatif dan Antisipasi Pengasuhan Strawberry Parents

AniAz Hady
Penulis Indscript

Gaya dan istilah dalam dunia parenting (pengasuhan) kian berkembang. Salah satu yang sering dibahas akhir-akhir  ini adalah strawberry parents. Istilah “strawberry parents” merujuk pada gaya pengasuhan orang tua  yang sangat protektif atau terlalu melindungi. Yakni, orang tua overprotective terhadap anak-anak mereka.

Gaya pengasuhan “strawberry parents” berusaha melindungi anak-anak dari segala tantangan, kesulitan, atau rasa  sakit. Harapannya, mereka akan tumbuh dengan cara yang aman dan nyaman. Namun, gaya pengasuhan ini bisa  dianggap berlebihan dan bahkan justru bisa menghambat perkembangan kemandirian anak.

Konsep “strawberry” merupakan analogi buah yang bentuknya cantik, menarik, teksturnya  lembut, tetapi mudah  rusak. Sekilas tampak sangat baik perlakuannya terhadap anak, tetapi terlalu “lembut” atau  “rapuh”. Sehingga bisa mengakibatkan anak menjadi lemah dalam menghadapi dunia nyata, karena orang tua terlalu melindungi mereka.

Contents

Dampak Negatif Pengasuhan Strawberry Parents

Gaya pengasuhan “strawberry parents” bisa berdampak cukup signifikan pada perkembangan anak. Gaya  pengasuhan ini juga menyimpan bahaya secara jangka panjangnya. Anak bisa jadi akan kurang memiliki  keterampilan untuk menghadapi kesulitan atau masalah di kehidupan nyata. Mereka mungkin merasa tidak siap  untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan. Terlebih lagi, mereka bisa kesulitan untuk mengembangkan  emosional yang tangguh karena selalu dilindungi.

Bagaimanapun, niat orang tua biasanya baik, yakni ingin melindungi anak dari rasa sakit, kegagalan, atau  kekecewaan. Namun jika diterapkan secara berlebihan, hal itu bisa menimbulkan beberapa masalah, antara lain:

1. Kemandirian Kurang Terlatih

Anak yang selalu dilindungi dari kesulitan, cenderung kurang berkembang dalam hal kemandirian. Mereka  senantiasa bergantung pada orang lain, terutama orang tuanya. Sangat mungkin, mereka tidak belajar untuk  membuat keputusan sendiri atau mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka. Dalam jangka panjang, ini bisa  menyulitkan mereka untuk menjalani kehidupan dewasa secara mandiri.

2. Emosional yang Tidak Tangguh

Dengan terus-menerus melindungi anak dari stres atau kesulitan, justru akan menghambat kemampuannya untuk  mengembangkan ketangguhan emosional. Padahal, ketangguhan ini teramat penting untuk mengatasi segala  masalah hidup, mengelola perasaan, bahkan untuk bangkit kembali setelah kegagalan.

3. Ketidaksiapan Menghadapi Kegagalan

Kegagalan merupakan bagian penting dalam proses belajar dan perkembangan. Anak yang terlalu dilindungi,  mungkin tidak pernah  belajar bagaimana menghadapi kegagalan atau kesulitan. Akibatnya, mereka bisa merasa  terkejut atau tertekan ketika menghadapi tantangan juga rintangan yang tak terhindarkan di masa depan.

4. Kepercayaan Diri Kurang

Jika anak selalu dilindungi dari tantangan, justru mungkin akan merasa bahwa mereka tidak cukup mampu atau  cakap untuk menghadapinya sendiri. Hal ini, tentu saja bisa menurunkan rasa percaya diri mereka.

5. Kemampuan Sosial Hilang

Jika orang tua terlalu mengatur pertemanan atau kegiatan sosial anak, mereka bisa saja kesulitan belajar  keterampilan sosial. Mereka sangat mungkin, merasa canggung atau tidak siap untuk berinteraksi dengan teman  sebaya di dunia nyata yang lebih kompleks.

Cara Mengantisipasi Gaya Pengasuhan Strawberry Parents

Setelah mengetahui berbagai dampak buruk dari gaya pengasuhan strawberry parents di atas, maka langkah  antisipatif adalah solusi terbaik. Hal itu karena, pasti setiap orang tua sangat tidak mengharapkan hal buruk  menimpa anak-anaknya. Jangan sampai karena sikap dan gaya pengasuhan yang salah, justru akan merugikan masa  depan anak.

Berikut adalah beberapa cara mengantisipasi gaya pengasuhan strawberry parents:

1. Melatih Kemandirian

Berikan kesempatan anak untuk membuat keputusan kecil sendiri. Contohnya seperti, memilih pakaian atau  merencanakan aktivitas, agar mereka belajar bertanggung jawab. Biarkan anak belajar, bahkan jika mereka kadang  membuat kesalahan. Ini akan membantu mereka merasa lebih bertanggung jawab, sekaligus meningkatkan  kepercayaan diri mereka.

2. Keterampilan Emosional Ditingkatkan

Berikan arahan cara mengenali dan mengelola perasaan anak. Hal itu meliputi, bagaimana mengatasi frustasi atau  stres dengan cara yang sehat. Bantu anak untuk mengelola perasaan mereka ketika merasa kecewa, takut, atau  cemas. Ini agar mereka tahu, bagaimana menghadapi perasaan tersebut dengan cara yang baik.

3. Menghadapi Kegagalan

Jangan terlalu cepat turun tangan dalam menyelesaikan masalah untuk mereka. Bantu anak belajar bahwa  kegagalan adalah bagian dari proses belajar. Pastikan juga untuk selalu memberikan arahan, bagaimana cara  menghadapinya.

4. Tantangan yang Sesuai

Berikan tugas atau kegiatan yang menantang, tetapi tetap sesuai dengan kemampuan anak. Ini agar anak belajar  mengatasi kesulitan dan menyelesaikan tantangan. Biarkan anak mengerjakan tugas tersebut, asalkan masih sesuai  dengan usia mereka.

5. Apresiasi Usaha, Hasil Bukan Patokan

Berikan pujian atas setiap usaha anak, bukan hanya hasil akhir. Ini akan mendorong mereka untuk menghargai  usaha dan proses belajar, serta meningkatkan rasa percaya diri. Ini juga akan mengajarkan mereka, bahwa kesalahan dan kegagalan adalah bagian dari pembelajaran hidup.

6. Komunikasi yang Terbuka

Selalu diskusikan dengan anak, tentang pentingnya menghadapi tantangan dan belajar dari pengalaman. Selain itu,  memberikan mereka dukungan juga sangat diperlukan.

7. Tidak Terlalu Melindungi

Biarkan anak mengambil risiko kecil dan belajar dari kesalahan. Memberikan kebebasan, tetapi tetap mengarahkan  dan mengawasi. Ini membantu mereka mengembangkan ketangguhan dan kemandirian.

Penutup

Beragam gaya pengasuhan modern, tidak selamanya bagus untuk diterapkan. Adakalanya pola pengasuhan tersebut,  masih perlu dikoreksi dan dikaji ulang. Hal itu agar nantinya orang tua tidak merugi, akibat penerapan  gaya pengasuhan yang kurang tepat. Dengan pendekatan yang lebih terbuka dan penawaran untuk mengalami  kehidupan secara lebih konsisten, anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang lebih tangguh, mandiri, dan siap menghadapi dunia nyata.