Lompat ke konten
mengatasi distorsi berpikir dalam proses menulis
Beranda » Blog » Mengatasi Distorsi Berpikir dalam Proses Menulis

Mengatasi Distorsi Berpikir dalam Proses Menulis

Leni Nurindah
Penulis Indscript

Proses menulis bukan hanya soal merangkai kata menjadi kalimat, tetapi juga perjuangan mental yang tidak ringan. Dalam perjalanan kreatif seorang penulis, sering muncul hambatan yang bersumber dari dalam diri, salah satunya adalah distorsi berpikir. Distorsi berpikir merupakan pola pikir tidak realistis atau keliru yang dapat menghambat produktivitas dan kreativitas. Bila tidak disadari, hal ini bisa membuat penulis merasa tidak cukup baik, mudah
menyerah, atau bahkan berhenti menulis sama sekali.

Untuk itu, penting bagi setiap penulis pemula maupun berpengalaman untuk mengenali dan mengatasi distorsi berpikir agar proses kreatif berjalan lebih sehat dan produktif.

Contents

Apa Itu Distorsi Berpikir?

Distorsi berpikir adalah cara berpikir yang tidak akurat atau tidak logis, biasanya berasal dari keyakinan negatif tentang diri sendiri atau situasi tertentu. Istilah ini banyak digunakan dalam psikologi kognitif, terutama dalam terapi perilaku kognitif (CBT). Dalam konteks menulis, distorsi berpikir seringkali muncul dalam bentuk keraguan diri, ketakutan akan penilaian, atau perfeksionisme berlebihan.

Contoh distorsi berpikir umum yang dialami penulis meliputi:

1. Berpikir “semua atau tidak sama sekali”: “Kalau tulisanku tidak sempurna, lebih baik tidak menulis sama sekali.”
2. Generalisasi berlebihan: “Tulisanku pernah ditolak sekali, berarti aku memang tidak berbakat.”
3. Membaca pikiran: “Pasti pembaca akan menganggap tulisanku membosankan.”
4. Label negatif: “Aku ini penulis gagal.”
5. Perfeksionisme ekstrem: “Tulisanku harus luar biasa atau tidak usah diterbitkan sama sekali.”

Dampak Distorsi Berpikir terhadap Proses Menulis

Distorsi berpikir yang tidak dikelola bisa sangat menghambat kreativitas. Berikut beberapa dampak negatif yang umum terjadi:

1. Kehilangan Motivasi

Penulis merasa tulisannya tidak pernah cukup baik, sehingga kehilangan semangat untuk menulis.

2. Stuck atau Writer’s Block

Ketika terlalu banyak menyalahkan diri atau takut salah, otak justru menjadi buntu.

3. Penundaan Terus-Menerus (Prokrastinasi)

Menunda menulis karena merasa tidak siap, tidak layak, atau tidak yakin dengan ide yang dimiliki.

4. Penurunan Rasa Percaya Diri

Selalu merasa tulisan sendiri buruk akan memengaruhi kepercayaan diri, bahkan dalam kehidupan sehari-hari.

5. Over-editing

Terlalu fokus pada kesalahan kecil hingga tidak pernah menyelesaikan tulisan secara utuh.

Strategi Mengatasi Distorsi Berpikir

Agar distorsi berpikir tidak lagi menguasai proses kreatif, berikut strategi yang bisa diterapkan:

1. Sadari dan Kenali Pola Pikir Negatif

Langkah pertama adalah menyadari keberadaan distorsi berpikir. Saat merasa tidak semangat menulis, coba tuliskan pikiran yang muncul. Apakah Anda berkata, “Tulisanku jelek,” atau “Ini tidak akan dibaca orang”? Dengan mengenali kalimat-kalimat seperti ini, Anda bisa mulai menantangnya.

2. Tantang Pikiran yang Tidak Rasional

Setelah mengenali pola pikir negatif, ajukan pertanyaan kritis seperti:
a. Apakah ini benar atau hanya asumsi?
b. Apa bukti bahwa saya penulis yang buruk?
c. Pernahkah saya menulis sesuatu yang diapresiasi orang?
Tantangan terhadap pikiran negatif akan membuka ruang untuk melihat diri dan proses menulis secara lebih objektif.

3. Fokus pada Proses, Bukan Hasil

Alihkan perhatian dari ekspektasi hasil akhir ke proses belajar dan berkembang. Tulisan pertama tidak harus sempurna, itulah fungsi revisi. Nikmati proses menulis sebagai sarana berekspresi dan pembelajaran, bukan sebagai ajang pembuktian diri.

4. Berlatih Menulis Bebas

Tulisan bebas tanpa tekanan kualitas bisa menjadi terapi kreatif yang efektif. Sisihkan waktu setiap hari untuk menulis bebas selama 10–15 menit, tanpa mengedit atau menghakimi isi tulisan. Ini melatih otak untuk menulis tanpa distorsi atau rasa takut.

5. Buat Target yang Realistis

Jangan menargetkan menulis satu novel dalam seminggu, lalu kecewa karena gagal. Tetapkan target kecil dan terukur, seperti menulis 300 kata per hari atau menyelesaikan satu artikel dalam seminggu. Keberhasilan kecil secara konsisten akan memperkuat rasa percaya diri.

6. Bangun Komunitas Menulis yang Mendukung

Bergabung dengan komunitas menulis bisa memberikan perspektif baru, dukungan emosional, dan motivasi. Melihat penulis lain juga berjuang dan bangkit bisa menginspirasi Anda untuk terus berjalan.

7. Berikan Apresiasi pada Diri Sendiri

Hargai setiap kemajuan yang Anda capai, sekecil apa pun itu. Tulis ulang narasi internal Anda menjadi lebih positif, misalnya, “Aku belum sempurna, tapi aku sedang belajar.”

Penutup

Distorsi berpikir adalah musuh dalam selimut bagi proses kreatif menulis. Ia sering datang diam-diam, menggerogoti semangat, meruntuhkan keyakinan, dan membuat kita menjauh dari kata-kata. Namun, dengan kesadaran, latihan mental, dan strategi yang tepat, kita bisa meredam suara negatif itu dan kembali menulis dengan lebih sehat dan penuh semangat.